Ranupane, Semeru, TNBTS

Sabtu, 18 Februari 2012

Tertinggi Se-Jawa Tengah, Gunung Slamet

Pengalaman pertama bener-bener naik gunung. Disebut bener-bener naik gunung karena biasanya yang saya lakukan adalah menyisir gunung, camping di bukit, dsb,,dsb,,
Bukan bener-bener berniat menggapai puncak.
Padahal di Bogor -tempat saya kuliah- ini banyak banget gunung yang bagus reputasinya. Sebut saja gunung Gede-Pangrango yang dipopulerkan oleh om Soe Hok Gie, Gunung Salak yang tiap hari keliatan dari kampus, trus Gunung Bunder, Gunung Agung, Gunung Sahari
#eh.. 

Kesempatan mencicipi puncak itu saya dapatkan ketika KKP. 
KKP adalah semacam pengabdian yang dilakukan perguruan tinggi untuk daerah-daerah sasaran misi. Karena kampus saya adalah kampus pertanian, pengabdian dilakukan di desa-desa pertanian yang berpusat di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian Barat. Saya sendiri mendapatkan lokasi di Tegal, Kecamatan Bojong, tepatnya Desa Rembul. Daerah ini hampir berbatasan dengan Brebes.

Tersebutlah sebuah gunung yang terkenal di kawasan Jawa Tengah, yaitu Gunung Slamet. Gunung Slamet berlokasi antara Tegal-Brebes. Konon gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah.
Ketika kegiatan KKP hampir selesai, tiba-tiba kami memutuskan untuk mencicip puncak Slamet.

Setelah melalui berbagai dilema dan hal-hal yang tidak diinginkan di luar dugaan, maka atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, kami bersiap naik pada 29 Sya'ban (9 Agustus 2010) atau 2 hari sebelum Ramadhan.
Total yang ikut ada 7 orang, 5 dari kami dan 2 guide. Sebenarnya jalur pendakian Gunung Slamet sangat jelas, jadi seandainya yang naik newbie tanpa guide pun tak masalah. Tapi kami ingin lebih aman saja, apalagi status kami saat itu sebagai mahasiswa KKP membawa nama institusi. Rasanya pergi dengan orang asli akan membuat penduduk 'lebih tenang'.
Keuntungan yang lain adalah, kita boleh minjem keperluan dasar mendaki seperti carrier, SB, tenda, matras, kompor, dll ke sang guide. Diantara kami hanya satu orang yang siap dengan perlengkapan-perlengkapan itu. Maklum, tujuan awalnya kan nggak kepikiran buat beginian, hehe!
Sebelum berangkat, masih seger,, :D

Nb: Kami masing-masing membayar 50rb/orang untuk 2 guide selama perjalanan, sudah termasuk meminjam peralatan-peralatan tadi.


Gunung Slamet punya beberapa pintu masuk. Kalo dari Tegal bisa menempuh jalur Guci atau lewat Tuwel. Jalur Tuwel sebenarnya lebih cepat, tapi lebih terjal. Kami masuk dari jalur yang  tidak terlalu terjal, yaitu Guci. Guci sendiri sebenarnya semacam tempat wisata pemandian air panas yang terkenal disana. 

Dari desa kita naik pick up (sewa 20rb) sampai ke pos pendaftaran. Diperkirakan kami adalah pendaki terakhir sebelum puasa. Mungkin baru ramai lagi pada 16 Agustus karena akan upacara kemerdekaan keesokan harinya.
FYI, disini nggak ada angkot lalu lalang seperti di Bogor. Alat transportasi hanya ada pick up atau ojeg. Naik pick up-pun sebenarnya berstatus numpang, karena kendaraan ini sebenarnya dipakai untuk mengangkut sayuran ke kota. Maka tarifnya pun tidak pasti. Yang jelas pick up lebih murah dari ojeg

Dengan semangat perjuangan kami mulai perjalanan. Treknya hampir seperti Gunung Gede kalo naik dari kawasan Gunung Putri. Landai tapi nggak berhenti-berhenti. Melewati ladang-ladang penduduk juga.
Rata-rata mereka bertanam komoditi sayuran dataran tinggi, diantara  'pohon yang saya kira pinus'.
Pada pohon-pohon 'yang tampak seperti pinus' ini  mereka melakukan kegiatan semacam penyadapan, mirip sadap karet. Tapi kami tidak tahu apa yang disadap.
Setelah ladang penduduk sudah tidak terlihat, maka terhampar pemandangan hutan. Meskipun masih siang tapi di dalam hutan sudah nampak kabut. Yups, gunung tertinggi kedua di jawa ini memang terkenal dengan kabutnya.

Hosh,,hosh,,belum jauh berjalan kami berhenti buat sholat (alibi) dan istirahat
Lanjutkan perjalanan!
Naik....naik.....hosh,,,,,hosh,,,,,, mulai sesak napas.
Naik lagi....naik.....hosh,,,,hosh,,, mulai pusing
Tidak berapa lama kemudian migrain saya kambuh, kita berhenti.
Ya Tuhan.....belum ada bau-baunya pos 1 udah tepar aja. Rasanya pengen nyerah aja, bikin camp disitu sambil nungguin yang lain naik trus turun lagi, hehe!
Tapi tidak! Yang Dimulai harus diselesaikan..
Semangat..!!

Akhirnya setelah aklimatisasi beberapa lama, kami kembali melanjutkan perjalanan. Melewati pos 1, pos 2, pos 3, pos 4, dan akhirnya pos 5! Sujud syukur....
#ketika pulang saya baru diberitahu bahwa di pos 4 atau pos edelweis, tempat kami istirahat nunggu maghrib (bahkan saya sempat tidur) merupakan pos yang katanya 'istimewa' alias ada 'sesuatu' di situ. Ouch..!
FYI, untuk penduduk asli sana yang biasa naik, hanya butuh waktu 5-6 jam lewat Guci untuk naik turun Slamet. Untuk pendaki umum, katanya paling lama 5 jam buat sampai pos 5. Dan kami, dikarenakan perpaduan kecepatan saya yang seperti kura-kura dan teman-teman saya yang sakit (malam sebelum berangkat 2 orang teman kami jatuh dari motor dan kakinya terkilir) kami mencapai pos 5 dalam waktu 9 jam terhitung dari jam setengah 12 siang - setengah 9 malam!
Jalan yang serasa terpanjang buat kami (atau saya?) adalah dari pos edelweis ke pos terakhir. Sebenarnya jalurnya mudah sih, tapi kami dalam kondisi capek (sebagian besar newbie, dari 5 orang hanya 1 yang berpengalaman), gelap tanpa persiapan senter (karena perkiraan waktunya memang tidak selambat ini), kabut yang membatasi jarak pandang, dan dingin naudzubillah (saya hanya membawa 1 jaket) maka jadilah kita lama, haha!

Pos 5 ini sebenarnya merupakan batas vegetasi. Di atas tenda kami di pos 5 sudah tidak ada tumbuhan lagi. tinggal batu-batu dan pasir. Gunung Slamet memang masih aktif, jadi kondisi puncaknya seperti itu.
Setelah sampai di pos 5, kami yang cewek-cewek ikut nimbrung api unggun tenda lain yang udah duluan sampai, sementara yang cowok-cowok bikin tenda. Hehe, dasar :p 
Setelah semua beres, baru kami masak dan makan malam. 

Satu hal yang tidak dapat saya lupakan disini adalah bintang-bintangnya. Saat itu kebetulan langit bersih dan cuaca sedang bagus. Tanpa polusi cahaya, kami mendapatkan bintang yang sangaaaat banyak diobral di langit. Ini bintang terindah yang pernah saya lihat. Hmm.....

Puas mengeksplor langit, kami meringkuk di dalam tenda dan tidur.. :)
Besok harus mulai naik pukul 4, selambat-lambatnya pukul 5 pagi biar bisa ngejar sunrise.

Apa mau dikata, mungkin karena capek kami baru bangun pukul 6. Itu mentarinya udah ketawa-ketawa di atas sana. Grrr.....
Nggak pa pa, tetep lanjutkan! (kayak slogan partai politik :p)
Kami mulai naik lagi pukul 7. Salah satu personil nggak ikut karena sakit. Hmm...sungguh disayangkan...

Pos 5 - puncak seharusnya ditempuh dalam waktu 1 jam, tapi kita menempuhnya selama 2 jam (maaf, sepertinya lagi-lagi karena kecepatan saya yang lambat).
Meskipun matahari sudah tinggi, ternyata apa yang kami lihat di atas sana tetap amazing. Banyak parade awan berarak di bawah kami. Yup, kami ada di Negeri Atas Awan!
Belum lukisan hutan yang terhampar sejauh mata memandang. Saya sendiri sempat-sempatnya 'rekaman video klip' (maklum anak muda...)
 Puncak Slamet sendiri menurut saya seperti kawah Bromo. Baunya khas belerang. Salah satu guide sempat ke turun ke kawah buat ngambil bongkah belerang. Buat souvenir kali.
Konon belerang-belerang (dan sumber panas yang masih aktif di perut G. Slamet) inilah yang menyebabkan beberapa sumber mata air di desa jadi hangat, salah satunya pemandian Guci.

Pukul 10 lebih sedikit kita sudah harus siap-siap turun. Bukan karena sudah jenuh, tapi karena dikejar kabut yang naik cepat-cepat dari lembah. Pukul 10-an kabut sudah mulai menyerbu naik. Katanya kalo kejebak kabutnya bisa bahaya, kalo salah arah gimana hayo. Kasus orang ilang  di Slamet sudah bukan barang langka.
Turun puncak nggak selambat naiknya karena kita bisa main ski pasir (meskipun saya masih takut-takut). sampai di camp kita masak, makan, dan beres-beres, pukul 1 siang mulai perjalanan pulang. 
Jangan lupa bawa air yang banyak, karena sumber air hanya ada di pos 5 ini. Baru nemu air lagi di bawah pos 1, itupun sepertinya lebih pantas disebut 'kubangan', hehe!

Kita sampai di bawah (tempat pendaftaran) sekitar pukul 5 lebih, hampir setengah 6 sore di akhir 30 Sya'ban atau 10 Agustus 2010. Setelah sholat maghrib dan bersih-bersih di Guci, sekitar pukul 7 malam kita menyetop pick up (sewanya sekitar 20rb) lagi untuk pulang ke desa. Kami sampai di rumah pak lurah (kediaman selama KKP) sekitar pukul 8 diiringi suasana syahdu malam 1 Ramadhan.  Alhamdulillah.. :)

Nb:  Kita sempet dicariin sama pak lurahnya karena perginya sampai 2 hari, padahal biasanya cuma 1 atau 1,5 hari. Kita dikira hilang ketimbun badai pasir di puncak. Katanya orang hilang di Slamet kalo nggak 'dimainin', kejebak kabut, atau kena badai pasir.  Argh! Ya Tuhan,,,ada-ada aja,,, :p

2 komentar: