Pengalaman
pertama bener-bener naik gunung. Disebut bener-bener naik gunung karena
biasanya yang saya lakukan adalah menyisir gunung, camping di bukit, dsb,,dsb,,
Bukan
bener-bener berniat menggapai puncak.
Padahal di
Bogor -tempat saya kuliah- ini banyak banget gunung yang bagus reputasinya.
Sebut saja gunung Gede-Pangrango yang dipopulerkan oleh om Soe Hok Gie, Gunung
Salak yang tiap hari keliatan dari kampus, trus Gunung Bunder, Gunung Agung,
Gunung Sahari
#eh..
Kesempatan
mencicipi puncak itu saya dapatkan ketika KKP.
KKP adalah
semacam pengabdian yang dilakukan perguruan tinggi untuk daerah-daerah sasaran
misi. Karena kampus saya adalah kampus pertanian, pengabdian dilakukan di
desa-desa pertanian yang berpusat di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian Barat.
Saya sendiri mendapatkan lokasi di Tegal, Kecamatan Bojong, tepatnya Desa
Rembul. Daerah ini hampir berbatasan dengan Brebes.
Tersebutlah
sebuah gunung yang terkenal di kawasan Jawa Tengah, yaitu Gunung Slamet. Gunung
Slamet berlokasi antara Tegal-Brebes. Konon gunung ini merupakan gunung
tertinggi di Jawa Tengah.
Ketika
kegiatan KKP hampir selesai, tiba-tiba kami memutuskan untuk mencicip puncak
Slamet.
Setelah
melalui berbagai dilema dan hal-hal yang tidak diinginkan di luar dugaan, maka
atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, kami bersiap naik pada 29 Sya'ban (9
Agustus 2010) atau 2 hari sebelum Ramadhan.
Total yang
ikut ada 7 orang, 5 dari kami dan 2 guide. Sebenarnya jalur pendakian Gunung
Slamet sangat jelas, jadi seandainya yang naik newbie tanpa guide pun tak
masalah. Tapi kami ingin lebih aman saja, apalagi status kami saat itu sebagai
mahasiswa KKP membawa nama institusi. Rasanya pergi dengan orang asli akan
membuat penduduk 'lebih tenang'.
Keuntungan
yang lain adalah, kita boleh minjem keperluan dasar mendaki seperti carrier,
SB, tenda, matras, kompor, dll ke sang guide. Diantara kami hanya satu orang
yang siap dengan perlengkapan-perlengkapan itu. Maklum, tujuan awalnya kan
nggak kepikiran buat beginian, hehe!
Sebelum berangkat, masih seger,, :D
Nb: Kami masing-masing membayar 50rb/orang untuk 2 guide selama perjalanan, sudah termasuk meminjam peralatan-peralatan tadi.
Gunung Slamet punya beberapa pintu masuk. Kalo dari Tegal bisa menempuh jalur Guci atau lewat Tuwel. Jalur Tuwel sebenarnya lebih cepat, tapi lebih terjal. Kami masuk dari jalur yang tidak terlalu terjal, yaitu Guci. Guci sendiri sebenarnya semacam tempat wisata pemandian air panas yang terkenal disana.
Gunung Slamet punya beberapa pintu masuk. Kalo dari Tegal bisa menempuh jalur Guci atau lewat Tuwel. Jalur Tuwel sebenarnya lebih cepat, tapi lebih terjal. Kami masuk dari jalur yang tidak terlalu terjal, yaitu Guci. Guci sendiri sebenarnya semacam tempat wisata pemandian air panas yang terkenal disana.
Dari desa
kita naik pick up (sewa 20rb) sampai ke pos pendaftaran. Diperkirakan kami adalah pendaki terakhir sebelum puasa. Mungkin baru ramai lagi pada 16 Agustus karena akan upacara kemerdekaan keesokan harinya.
FYI, disini
nggak ada angkot lalu lalang seperti di Bogor. Alat transportasi hanya ada pick
up atau ojeg. Naik pick up-pun sebenarnya berstatus numpang, karena kendaraan
ini sebenarnya dipakai untuk mengangkut sayuran ke kota. Maka tarifnya pun
tidak pasti. Yang jelas pick up lebih murah dari ojeg
Rata-rata mereka bertanam komoditi sayuran dataran tinggi, diantara 'pohon yang saya kira pinus'.
Pada pohon-pohon 'yang tampak seperti pinus' ini mereka melakukan kegiatan semacam penyadapan, mirip sadap karet. Tapi kami tidak tahu apa yang disadap.
Setelah
ladang penduduk sudah tidak terlihat, maka terhampar pemandangan hutan.
Meskipun masih siang tapi di dalam hutan sudah nampak kabut. Yups, gunung tertinggi kedua di jawa ini memang terkenal dengan kabutnya.
Hosh,,hosh,,belum
jauh berjalan kami berhenti buat sholat (alibi) dan istirahat
Lanjutkan
perjalanan!
Naik....naik.....hosh,,,,,hosh,,,,,,
mulai sesak napas.
Naik
lagi....naik.....hosh,,,,hosh,,, mulai pusing
Tidak berapa
lama kemudian migrain saya kambuh, kita berhenti.
Ya
Tuhan.....belum ada bau-baunya pos 1 udah tepar aja. Rasanya pengen nyerah aja,
bikin camp disitu sambil nungguin yang lain naik trus turun lagi, hehe!
Tapi tidak! Yang Dimulai harus diselesaikan..
Semangat..!!
Akhirnya
setelah aklimatisasi beberapa lama, kami kembali melanjutkan perjalanan.
Melewati pos 1, pos 2, pos 3, pos 4, dan akhirnya pos 5! Sujud syukur....
#ketika
pulang saya baru diberitahu bahwa di pos 4 atau pos edelweis, tempat kami
istirahat nunggu maghrib (bahkan saya sempat tidur) merupakan pos yang katanya
'istimewa' alias ada 'sesuatu' di situ. Ouch..!
FYI, untuk
penduduk asli sana yang biasa naik, hanya butuh waktu 5-6 jam lewat Guci untuk
naik turun Slamet. Untuk pendaki umum, katanya paling lama 5 jam buat sampai pos
5. Dan kami, dikarenakan perpaduan kecepatan saya yang seperti kura-kura dan
teman-teman saya yang sakit (malam sebelum berangkat 2 orang teman kami jatuh
dari motor dan kakinya terkilir) kami mencapai pos 5 dalam waktu 9 jam
terhitung dari jam setengah 12 siang - setengah 9 malam!
Jalan yang
serasa terpanjang buat kami (atau saya?) adalah dari pos edelweis ke pos
terakhir. Sebenarnya jalurnya mudah sih, tapi kami dalam kondisi capek
(sebagian besar newbie, dari 5 orang hanya 1 yang berpengalaman), gelap tanpa
persiapan senter (karena perkiraan waktunya memang tidak selambat ini), kabut
yang membatasi jarak pandang, dan dingin naudzubillah (saya hanya membawa 1
jaket) maka jadilah kita lama, haha!
Pos 5 ini
sebenarnya merupakan batas vegetasi. Di atas tenda kami di pos 5 sudah tidak
ada tumbuhan lagi. tinggal batu-batu dan pasir. Gunung Slamet memang masih
aktif, jadi kondisi puncaknya seperti itu.
Setelah
sampai di pos 5, kami yang cewek-cewek ikut nimbrung api unggun tenda lain yang
udah duluan sampai, sementara yang cowok-cowok bikin tenda. Hehe, dasar
:p
Setelah
semua beres, baru kami masak dan makan malam.
Satu hal yang
tidak dapat saya lupakan disini adalah bintang-bintangnya. Saat itu kebetulan
langit bersih dan cuaca sedang bagus. Tanpa polusi cahaya, kami mendapatkan
bintang yang sangaaaat banyak diobral di langit. Ini bintang terindah yang
pernah saya lihat. Hmm.....
Puas
mengeksplor langit, kami meringkuk di dalam tenda dan tidur.. :)
Besok harus
mulai naik pukul 4, selambat-lambatnya pukul 5 pagi biar bisa ngejar sunrise.
Apa mau
dikata, mungkin karena capek kami baru bangun pukul 6. Itu mentarinya udah
ketawa-ketawa di atas sana. Grrr.....
Nggak pa pa,
tetep lanjutkan! (kayak slogan partai politik :p)
Kami mulai
naik lagi pukul 7. Salah satu personil nggak ikut karena sakit. Hmm...sungguh
disayangkan...
Pos 5 -
puncak seharusnya ditempuh dalam waktu 1 jam, tapi kita menempuhnya selama 2
jam (maaf, sepertinya lagi-lagi karena kecepatan saya yang lambat).
Belum lukisan hutan yang terhampar
sejauh mata memandang. Saya sendiri sempat-sempatnya 'rekaman video klip' (maklum anak muda...)
Puncak
Slamet sendiri menurut saya seperti kawah Bromo. Baunya khas belerang. Salah
satu guide sempat ke turun ke kawah buat ngambil bongkah belerang. Buat
souvenir kali.
Konon belerang-belerang
(dan sumber panas yang masih aktif di perut G. Slamet) inilah yang menyebabkan
beberapa sumber mata air di desa jadi hangat, salah satunya pemandian Guci.
Turun puncak
nggak selambat naiknya karena kita bisa main ski pasir (meskipun saya masih
takut-takut). sampai di camp kita masak, makan, dan beres-beres, pukul 1 siang
mulai perjalanan pulang.
Jangan lupa
bawa air yang banyak, karena sumber air hanya ada di pos 5 ini. Baru nemu air
lagi di bawah pos 1, itupun sepertinya lebih pantas disebut 'kubangan', hehe!
Kita sampai
di bawah (tempat pendaftaran) sekitar pukul 5 lebih, hampir setengah 6 sore di
akhir 30 Sya'ban atau 10 Agustus 2010. Setelah sholat maghrib dan bersih-bersih di Guci, sekitar
pukul 7 malam kita menyetop pick up (sewanya sekitar 20rb) lagi untuk pulang ke desa. Kami sampai di
rumah pak lurah (kediaman selama KKP) sekitar pukul 8 diiringi suasana syahdu malam 1
Ramadhan. Alhamdulillah.. :)
Nb:
Kita sempet dicariin sama pak lurahnya karena perginya sampai 2 hari, padahal
biasanya cuma 1 atau 1,5 hari. Kita dikira hilang ketimbun badai pasir di
puncak. Katanya orang hilang di Slamet kalo nggak 'dimainin', kejebak kabut, atau kena badai pasir. Argh! Ya Tuhan,,,ada-ada aja,,, :p
minta C/p Guide nya dong kakak
BalasHapuske hegarkrisnaduta@gmail yah
Boleh tau cp guide nya ngga kak?
BalasHapus