Jika ada masa yang ingin kuulang saat ini, mungkin ada dua hal
1. MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri)
2. SMA
Masa MIN mungkin akan saya ceritakan nanti.
Sekarang saatnya flashback ke masa hampir sewindu yang lalu
#Ha, ternyata masa itu telah berlalu begitu lama!
Saat saya dihadapkan pada pilihan antara SMA favorit di desa saya, atau SMA yang berjarak 3 jam dari kota lahir saya. Dan yang saya pilih adalah SMA yang berjarak 3 jam itu, yang mengharuskan saya bermukim di pesantren. Alasan memilihnya sederhana saja, ingin berpetualang jauh dari rumah. Sederhana dan tidak mulia.
Maka saya memulai 3 tahun di sana dengan aktivitas bangun - jamaah subuh - antri kamar mandi - antri makan - antri setrika - mengejar bel sekolah - ishoma - pulang sore - ashar - antri mandi - antri makan - antri wudhu - jamaah maghrib - yasin rutin - jamaah isya - mengaji kitab - belajar - tidur
Nggak ada acara nongkrong di alun-alun ato kafe di malam minggu, ngobrol cewek-cowok di kantin, nge-mall pulang sekolah (FYI memang sama sekali tidak ada mall waktu itu), nonton bioskop tiap awal bulan (FYI bioskop juga nihil), dsb dsb dsb,,,
Maka, tak heran saya sempat iri pada teman-teman yang bersekolah di SMA biasa, yang menjalani masa remaja dengan normal seperti cerita di tivi atau novel. Sungguh saya sempat iri sekali.
Namun sekarang tidak lagi. Memang saya tidak mempunyai pengalaman menarik seperti mereka, tapi mereka pun tidak punya pengalaman seperti saya kan? Hehehe! *tepok tangan*
Kembali pada kerangka awal. ya, ini adalah saat-saat kami sangat pemalu pada lawan jenis, sangat hitam putih alias polos (ini betulan), naif, jadi anak baik dan berbakti,,
Masa-masa 'penjara suci' kata orang-orang :)
Sekaligus merupakan masa-masa kami menjadi ahlul escape, pandai tidur dalam suasana apapun dan pose apapun (sambil duduk, berdiri, pura-pura nulis, pura-pura baca, ah lewat itu mah!), bersekongkol untuk suatu misi, dsb dsb dsb,,,
Bahkan gaya berpacaran kami pun unik. Kami hampir tidak pernah bertemu. Kami berhubungan melalui surat.
Ya, kami pandai melipat surat-surat kertas binder itu menjadi bermacam bentuk sesuai tahapan. Kotak untuk teman, ketupat untuk memulai pedekate, ketupat tumpuk untuk mau nembak, bentuk hati jika sudah jadian, dll. Geli sendiri kalo inget.
Di pesantren kami bisa mempelajari semua hal. Mengubah apa yang kurang disukai menjadi sesuatu yang menyenangkan, menertawakan nasib buruk, toleransi, istiqomah, apa saja!
Jika ada yang beranggapan sebaiknya memasukkan anak nakal ke pesantren, hmm,,,,kalian salah besar wahai orang tua! Itu akan membuat anak kalian semakin nakal dan jauh dari kalian.
Ini bukan tempat buangan. Kami belajar dengan kesadaran bukan paksaan, apalagi sekedar menjalani hukuman.
Nyatanya tidak ada 'santri yang benar-benar nakal' yang bisa bertahan di pesantren hingga lulus.
*Hmm,,,malah ngelantur
#bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar